Putri Mayasari Tanjung: Berbagi Pelajaran Mengejutkan dari KKN Internasional
Apa jadinya jika program KKN-mu bukan hanya tentang mengabdi di desa tetangga, tapi tentang berkolaborasi dengan mahasiswa dari Yaman untuk membangun UMKM di Lampung? Bagi kebanyakan mahasiswa, Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah program pengabdian masyarakat yang familier. Namun, KKN Internasional adalah arena yang sama sekali berbeda: sebuah pengalaman kompleks dan transformatif yang menguji batas kemampuan. Melalui cerita Putri Mayasari Tanjung, seorang mahasiswi FASIH UIN Syahada yang baru saja menyelesaikan program ini, kita akan menemukan bahwa pelajaran paling berharga sering kali datang dari tempat yang paling tak terduga. Bersiaplah untuk menyimak lima pelajaran mengejutkan dari perjalanannya yang tidak akan pernah kamu temukan di dalam ruang kelas.
Kendala Bahasa Paling Aneh Bukan dengan Orang Asing, Tapi dengan Sesama Orang Indonesia
Dalam program internasional, asumsi pertama adalah tantangan komunikasi terbesar pasti terjadi saat berinteraksi dengan mahasiswa asing. Namun, pengalaman Putri dengan cepat meruntuhkan asumsi tersebut dengan sebuah insiden yang menggelitik.
Bayangkan kebingungan di wajah kepala desa ketika Putri dengan santai menyebut akan pergi ke pasar naik “kereta”. Di benak mereka terlintas lokomotif dan rel, bukan sepeda motor matic. Di daerah asal Putri, “kereta” adalah sebutan umum untuk sepeda motor, tetapi bagi teman-temannya dari daerah lain, kata itu merujuk pada kereta api. Momen lucu inilah yang menjadi kendala bahasa paling berkesan baginya, membuktikan betapa kaya dan beragamnya nuansa linguistik bahkan di dalam satu negara.
Sebaliknya, komunikasi dengan rekan-rekan internasionalnya dari Yaman justru berjalan mulus. Di sinilah persiapan kampusnya terbayar lunas. Program Ma’had yang membekalinya dengan bahasa Arab dan Inggris menjadi jembatan yang sempurna. Betapa indahnya simetri ini: memiliki teman tim penutur asli bahasa Arab sambil berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang dipelajari secara intensif. Ini adalah pelajaran penting bahwa pikiran terbuka dan kemauan belajar adalah kunci, tidak hanya untuk memahami budaya asing, tetapi juga untuk menghargai kekayaan budaya sendiri.
Pelajaran Gastronomi: Roti Arab Boleh Enak, Tapi Nasi Tetap Juaranya
Salah satu momen paling mencerahkan terjadi di dapur, berbalut aroma rempah dan tawa. Suatu malam, teman-teman satu tim Putri yang berasal dari Yaman memutuskan untuk memasak makan malam spesial. Mereka sudah mempersiapkannya sejak siang hari, bertekad menyajikan hidangan otentik khas negara mereka: sejenis roti pipih seperti roti Maryam atau canai yang dimasak dengan kaldu ayam gurih.
Putri merasa sangat bangga bisa mencicipi hidangan yang dimasak langsung oleh ahlinya. Baginya, itu adalah sebuah “kebanggaan” tersendiri. Roti itu luar biasa lezat dan semua orang menikmatinya. Namun, cerita tidak berhenti di situ. Satu jam setelah menyantap hidangan spesial tersebut, Putri dan teman-teman Indonesianya diam-diam memesan ayam geprek lengkap dengan nasi.
Momen ini menjadi pengingat lucu tentang identitas budaya yang tak tergoyahkan: bagi orang Indonesia, “kalau enggak nasi tuh enggak kenyang”. Ini adalah culture shock ringan yang justru mempererat persahabatan mereka, sebuah pelajaran bahwa ikatan terkuat sering kali dibangun melalui humor dan pemahaman atas keunikan masing-masing.
Dari “Si Paling Pemalu” Menjadi Bintang Cerita Inspiratif
Fakta paling mengejutkan yang diungkapkan Putri adalah bahwa dirinya seorang yang sangat pemalu. Ini bukan sekadar pengakuan, melainkan sebuah “gelar” resmi. Selama KKN, ia bahkan menerima sertifikat dari kepala desa dengan nominasi “si paling pemalu”.
Hal ini terdengar sangat kontradiktif jika melihat rekam jejaknya. Putri adalah demisioner ketua angkatan dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua HMPS HKI: posisi yang menuntut kepercayaan diri tingkat tinggi. Keberaniannya berbagi cerita di depan publik pun menunjukkan sisi lain dari dirinya. Fenomena ‘si paling pemalu’ yang juga seorang pemimpin ulung ini bukanlah sebuah anomali; ini adalah bukti bahwa zona nyaman adalah penjara bagi potensi. Pengalaman ini mengajarkan sebuah pelajaran mendalam tentang perbedaan antara persepsi diri dan kapabilitas sejati. Lingkungan bertekanan tinggi tidak hanya mengubahmu, tetapi juga mengungkap kekuatan yang tidak pernah kamu sadari ada di dalam dirimu.
Keajaiban 28 Hari: Bukan Soal Waktu, Tapi Soal Dampak
Program KKN Internasional yang diikuti Putri hanya berlangsung sekitar 28 hari: waktu yang sangat singkat untuk menciptakan perubahan. Namun, dalam rentang waktu kurang dari sebulan itu, timnya berhasil melahirkan program-program nyata dan berkelanjutan.
Apa yang membuat pencapaian mereka begitu kuat adalah fokus pada dampak jangka panjang:
- Mengolah sekam padi menjadi arang ramah lingkungan, memberikan solusi atas limbah pertanian yang melimpah.
- Membangun UMKM keripik cumi “Cumihan”, mulai dari produksi, packaging, hingga marketing. Mereka bahkan berambisi mengurus izin usaha dan sertifikasi halal, namun terbentur singkatnya waktu: sebuah bukti nyata dari ambisi besar yang bertemu dengan realitas lapangan.
- Merintis konsep “Educator Tourism” di sungai yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas, membuka potensi wisata desa.
- Mendirikan perpustakaan desa untuk menumbuhkan minat baca generasi muda.
Filosofi di balik semua inisiatif ini dirangkum dengan indah oleh Putri:
“Mungkin kita cuma memberikan langkah kecil untuk Braja Kencana, tapi harapannya itu menjadi sebuah langkah awal untuk Braja Kencana lebih maju lagi.”
Pengalaman ini mengajarkan bahwa kontribusi yang bermakna tidak diukur dari lamanya waktu, melainkan dari kualitas gagasan dan potensi keberlanjutannya. Langkah kecil yang terencana bisa menjadi fondasi bagi lompatan besar di masa depan.
Kunci Lolos KKN Internasional? Jawabannya Ada di Luar Kelas
Bagi mahasiswa yang bermimpi mengikuti jejaknya, Putri memberikan nasihat yang tegas: menjadi “pintar di kelas” saja tidak akan cukup. Kunci kesuksesan untuk program sekompetitif ini justru ditemukan di luar kegiatan akademik formal.
Ia menekankan pentingnya aktif berorganisasi. Di sanalah keterampilan krusial seperti kerja sama tim, komunikasi, dan penyelesaian masalah (problem solving) benar-benar ditempa. Kemenangan juara dua di ajang Expo, yang diraih dengan persiapan minim di lokasi, bukanlah keajaiban. Itu adalah buah dari teamwork yang telah diasah berbulan-bulan dalam rapat organisasi: keterampilan yang tidak diajarkan di kelas.
Berikut adalah rangkuman kiat sukses dari Putri:
- Siapkan Mental: Siap untuk benar-benar keluar dari zona nyaman dan menghadapi hal-hal tak terduga.
- Asah Skill Bahasa: Kemampuan bahasa asing adalah syarat mutlak. Seluruh pembekalan selama sebulan penuh, termasuk tugas dan diskusi, dilakukan dalam bahasa Inggris.
- Luruskan Niat: Miliki niat yang tulus untuk belajar, berkontribusi, dan bertumbuh.
- Aktif Berorganisasi: Kembangkan kemampuan dunia nyata, bangun reputasi positif, dan jadilah sosok yang dilihat oleh dosen sebagai potensi.
Kisah Putri Mayasari Tanjung menegaskan sebuah kebenaran universal: pembelajaran yang paling transformatif terjadi di luar dinding kelas dan jauh dari zona nyaman. Pengalaman-pengalaman inilah yang membentuk karakter, mengasah keterampilan, dan membuka wawasan dengan cara yang tidak bisa ditiru oleh buku teks mana pun.
Pintu kesempatan ini tidak tertutup; sebaliknya, ia terbuka semakin lebar. Dalam obrolannya, Putri membocorkan sebuah rahasia menarik: KKN Bersama Internasional berikutnya akan diadakan di Bandung, sebuah kota impian bagi banyak mahasiswa. Pesan penutupnya menjadi pengingat yang kuat bagi kita semua:
“…waktu kuliah kita itu memang sebentar… tapi pengalaman kita itu akan abadi… ilmu itu tidak akan bermakna ketika tidak dibagi dan pengalaman itu tidak akan berharga ketika tidak diceritakan.”
Setelah mendengar cerita ini, petualangan apa yang akan kamu beranikan diri untuk ambil selanjutnya?